Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Babak Baru Halmahera Selatan: Visi Dan Misi Senyum Humanis di Tengah Kesenjangan Daerah

Selasa, 10 Juni 2025 | Juni 10, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-06-10T03:18:07Z


Oleh: Ismed A Gafur, SH. MH.


Babak baru telah dimulai di Halmahera Selatan. Dengan dilantiknya pasangan Bassam–Helmi sebagai Bupati dan Wakil Bupati periode 2025–2030, harapan masyarakat atas perubahan yang lebih baik kembali menyala. Tagline “Senyum Humanis” yang diusung pasangan ini bukan sekadar slogan, melainkan janji moral untuk menghadirkan pembangunan yang berpihak pada manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Namun, pertanyaan yang kini mengemuka adalah: Apakah tagline “Senyum Humanis” benar-benar mampu membawa dampak positif bagi pembangunan, pemberdayaan, dan kesejahteraan masyarakat Halmahera Selatan?


Jawaban atas pertanyaan itu mulai terlihat dari 100 hari kerja pemerintahan Bassam–Helmi. Sebuah fase awal yang sering menjadi cermin karakter kepemimpinan dan arah kebijakan selama lima tahun mendatang. Penulis menilai performa mereka melalui tiga indikator utama: sinkronisasi kebijakan, optimalisasi pelayanan publik, dan pemerataan pembangunan serta pemberdayaan.


1. Sinkronisasi Program: Menghubungkan Pusat dan Daerah


Halmahera Selatan, dengan geografis kepulauan dan keterbatasan infrastruktur, membutuhkan strategi pembangunan yang adaptif terhadap kebijakan nasional. Pemerintahan Bassam–Helmi terlihat memahami pentingnya menyelaraskan arah pembangunan daerah dengan prioritas nasional, terutama dalam mewujudkan konektivitas wilayah dan penguatan sumber daya lokal.


Namun, tantangan besar muncul dari isu pemekaran wilayah (DOB) seperti Obi, Kayoa, dan Gane. Ini bukan hanya soal pemisahan administratif, tetapi juga penataan ulang kewenangan, anggaran, dan SDM. Jika tidak ditangani secara matang dan strategis, desentralisasi bisa berbalik menjadi disintegrasi. Pemerintah daerah dituntut mampu menyajikan data demografis, potensi SDA/SDM, serta kesiapan fiskal secara komprehensif untuk menghindari pesimisme masyarakat terhadap realisasi DOB.


Poin penting: Sinkronisasi yang berhasil bukan hanya menjiplak program pusat, tetapi menjahit ulang kebijakan sesuai karakter Hal-Sel, tanpa kehilangan arah pembangunan nasional.


2. Pelayanan Publik: Di Antara Harapan dan Reformasi Birokrasi


“Senyum Humanis” mengandung janji pelayanan publik yang empatik dan bermartabat. Namun jargon tersebut akan menjadi hampa jika tak ditopang oleh reformasi birokrasi yang konkret. Pemerintahan Bassam–Helmi telah menunjukkan iktikad untuk membangun pelayanan publik yang akuntabel, transparan, dan bebas KKN, tetapi tantangannya adalah konsistensi evaluasi dan penataan SDM, terutama di lingkup OPD, kecamatan, hingga desa.


Di masa 100 hari pertama, beberapa sektor seperti kesehatan, pendidikan, dan keuangan publik telah menunjukkan perbaikan. Namun belum menyentuh akar masalah: sistem birokrasi yang belum sepenuhnya berorientasi pada pelayanan. Dalam birokrasi, yang dibutuhkan bukan hanya loyalitas politik, tetapi kompetensi dan integritas moral.


Poin penting: Senyum Humanis harus bermula dari wajah birokrasi yang melayani, bukan mempersulit. Dan ini butuh ketegasan serta keberanian pemimpin untuk membersihkan aparatur yang menjadi “virus” pelayanan.


3. Pemerataan Pembangunan: Membangun dari Pinggiran


Salah satu cita-cita besar “Senyum Humanis” adalah pemerataan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Tidak boleh lagi ada warga Halmahera Selatan yang merasa tertinggal karena letak geografisnya.


Pembangunan infrastruktur seperti jalan lingkar Makian, konektivitas Kayoa, Gane, hingga Obi menjadi tolak ukur seberapa serius pemerintahan Bassam–Helmi menjangkau wilayah-wilayah pinggiran. Begitu pula dengan sektor agromaritim, terutama dalam memberdayakan petani dan nelayan secara berkelanjutan dari hulu ke hilir.


Jika pembangunan tidak dipadukan dengan pemberdayaan, maka hanya segelintir kelompok yang menikmati hasilnya. Pemerataan tidak bisa ditawar; ini adalah indikator utama keadilan sosial. Jangan sampai janji kampanye tinggal kenangan, dan “Senyum Humanis” berubah menjadi senyum pahit.


Poin penting: Pemerataan bukan hanya proyek fisik, tapi proses menghadirkan keadilan spasial dan sosial, agar pembangunan tidak berhenti di pusat kabupaten saja.


Untuk mengakhiri tulisan ini, Penulis mengutip ajaran konu Taote Ching Lau Tzu "yang dikatakan bahwa para pemimpin yang berhasil mendapatkan amanah dan dukungan dari rakyat, itu karena pemimpin tersebut benar-benar mengidentifikasi diri mereka melalui rakyatnya."

×
Berita Terbaru Update